Pudarnya Pesona Cleopatra

Penulis: Habiburakhman El Shirazy
Tebal buku: 107 halaman
Tahun terbit: 2005
Penerbit: Republika
ISBN: 979360400x
Rating: 2dari 5 bintang














(review ini mengandung spoiler)

Buku karya Habiburakhman El Shirazy ini memiliki dua cerita. Yang pertama sesuai dengan judul buku, "Pudarnya Pesona Cleopatra" dan yang kedua, "Setetes Embun Cinta Niyala". Terdapat benang merah dari keduanya yaitu pernikahan dengan latar belakang perjodohan.

Pudarnya Pesona Cleopatra (PPC) menceritakan seorang laki-laki yang terpaksa menikahi perempuan pilihan ibunya, bernama Raihana. Sang laki-laki yang pernah belajar di Mesir begitu terpesona dengan kecantikan Cleopatra dan menginginkan istri bak Cleopatra. Sayangnya Raihana tidak secantik dia. Meskipun dia baik, hafal Al Quran, berjilbab, dan setia, hal itu tidak membuat sang suami tidak tergugah hatinya. Hingga pada akhirnya sang suami dibuat menyesal atas sikapnya sendiri.

Membaca cerita PPC membuat saya sedikit berkata, "Ini buku apaan?" Terus terang saja saya jengkel. Si laki-laki ini mengapa mau-maunya dijodohkan dengan perempuan yang tidak sreg? Alasan menuruti perintah ibu dan takut durhaka ini gak masuk akal. Menikah itu tidak boleh ada unsur keterpaksaan, ya. Catat ini! Kita berhak menolak calon pasangan jika memang tidak sreg. Akibat dari pernikahan yang tidak ikhlas ini apa? Sudah pasti tidak ada rasa cinta yang terjalin di keduanya. Meskipun Raihana berusaha menyenangkan hati suami dengan memasak, menyiapkan air untuk mandi, dan lain-lain, kalau laki-lakinya dari awal tidak ada rasa ya sudah.

Di satu sisi, si laki-lakinya ini begitu tergila-gila dengan gadis mesir bak Cleopatra dan mendambakan istri yang seperti dia. Kalau misal saya calonnya dan tahu alasan ini, saya ogah nikah sama orang itu. Perempuan mana yang kecantikannya dibanding-bandingkan dengan wanita lain? *benerin jilbab*

Dari tadi saya kritik karakter si laki-laki, ya? Maka tidak adil kalau tidak mengkritik kelakukan Raihana. Awalnya saya cukup kagum dengan keikhlasannya Raihana menerima si laki-laki. Dia selalu menuruti apa kata suami. Ia berusaha menyenangkan hati suami. Raihana tahu sikap suaminya tidak seperti seorang suami pada umumnya. Raihana diam. Ia tidak bertanya ke suami mengapa sikapnya demikian. Ia pun berusaha menutupi kegelisahan ini kepada keluarga. Mbak, mbak, kalau ada masalah seperti ini ya coba didiskusikan. Kalau ingin rumah tangga lancar ya harus ada komunikasi.  Meskipun di cerita, si laki-laki enggan berbicara, ya coba meminta tolong mediator. Gitu. Ujung-ujungnya kan sakit sendiri *lalalalala*.

Jadi inti dari cerita ini adalah kalian berhak menolak perjodohan kalau memang tidak sreg. Jelaskan baik-baik kepada pihak terkait dengan alasan yang demikian logis. Jangan lupa ucapkan terima kasih karena sudah dibantu mencarikan jodoh. Hehehehe. Kemudian jika kalian sudah hidup berumah tangga, itu artinya kalian sudah menerima pasangan baik maupun buruknya. Coba terima itu. Jangan karena tidak mirip Cleopatra, terus situ tidak ikhlas. Jangan menilai orang dari luarnya saja.

Komunikasi itu penting agar bisa berkompromi satu sama lain. Jangan dipendam saja. Kasihan hati dan pikiran kalian. Istri berhak tidak menuruti suami jika memang suami menelantarkan istri.

***

Cerita kedua berjudul "Setetes Embun Cinta Niyala". Cerita ini bikin saya geli, percayalah. Berbeda dengan PPC, akhir cerita ini bahagia. Dikisahkan gadis cantik nan solehah bernama Niyala yang sedang di ujung tanduk. Ia berusaha dijodohkan oleh anak Pak Cosmas, yang astaghfirullah kelakuannya. Ayah Niyala terlilit hutang kepada Pak Cosmas. Hutangnya terbayar lunas jika Niyala menikah dengan Roger anak Pak Cosmas. Niyala galau setengah mati. Menikah tanpa ada rasa ikhlas itu sama halnya dengan zina. Menikah adalah ibadah, jadi harus ikhlas di kedua belah pihak.

Niyala tinggal bersama umi, kerabat dekat ibu Niyala. Ibu Niyala meninggal dan beliau meminta umi untuk merawat Niyala. Niyala sudah menganggap umi sebagai ibunya sendiri. Umi memiliki seorang anak laki-laki bernama Faiq, yang lulus S1 di Al Azhar Mesir dan lulus S2 di perguruan tinggi Inggris. Faiq dan Niyala sudah seperti kakak adik. Faiq akan pulang ke Indonesia untuk datang ke acara wisuda Niyala.

Niyala gelisah setengah mati. Niyala akhirnya bercerita tentang masalahnya kepada Faiq. Niyala meminta Faiq untuk mengatakan bahwa Niyala sudah memiliki calon. Masalah tebusan hutang dipikirkan Niyala nanti. Faiq menolak karena Niyala sudah memiliki calon adalah bohong. Melihat Niyala yang melas, akhirnya Faiq memberi syarat yang harus dipenuhi Niyala.

Niyala dan Faiq melaksanakan skenario saat Umi dan Ayah Niyala berkumpul. Hal yang tidak direncanakan dalam skenario terjadi. Mulanya Faiq mengatakan Niyala mencintai laki-laki lain dan tidak mungkin menikahi Roger. Dengan penuh kejutan, Faiq mengatakan bahwa selama ini yang dicintai Niyala adalah...


*jeng jeng jeeeeng*


***
Kang Abik (sapaan akrab penulis) menunjukkan adanya perbedaan di kedua cerita. Nasib perjodohan yang bertolak belakang. Faiq dan Niyala menikah dengan proses yang mendadak dan mengejutkan. Oke, kebahagiaan keduanya tidak saya bahas di sini. Saya lebih tertarik dengan prosesnya itu.

Faiq, laki-laki lulusan S2 Inggris, sangat patuh dengan orang tua, baik, pintar membaca Al Quran. Akhi sholeh deh. Sayangnya kelakuannya tidak menunjukkan hal demikian. Yang pertama, Faiq setuju berbohong dengan memberi syarat. Kalian tahu apa syaratnya?
Pertama, kau harus mencucikan pakaian kakak selama satu bulan kakak di Jakarta. Kedua, kau harus memijit kakak nanti malam?"
Niyala menolak karena bukan mahram. Bagaimana mungkin?
Kakak tidak lupa. Nanti kakak pakai jaket, sehingga tanganmu tidak akan menyentuh kulit kakak. Terus, pijitnya nanti malam di ruang tamu sambil ngobrol santai bersama Umi, ayahmu, dan kakakmu. Kan tidak akan ada bahayanya. Kalau tidak mau ya sudah. Kakak juga tidak mau menolongmu!"
Geli. Saya geli baca yang diutarakan Faiq. Siapapun yang bukan makhram memang tidak boleh bersentuhan kulit. Tapi pijit-pijitan meskipun pakai jaket apa tidak "mengundang"? Hih. Katanya lulusan Al Azhar, baca Al Quran fasih dan merdu, tapi kok...

Pijit-pijitin sambil pakai jaket ini sisi islaminya di mana? Kok di kover tulisannya "psikologi islami"? Kalau logikanya begini ya tidak ada bedanya dengan peluk-pelukan pakai jaket.

Niyala ini juga begitu. Saat berdiskusi, dia mencubit paha Faiq (Faiq pakai celana panjang ya pasti? hmmm...) karena Niyala tidak bisa menjelaskan skenarionya dan Faiq hanya diam saja. Menurut saya, Niyala ini sengaja, bukan refleks, mencubit Faiq. Di bukunya ditulis:
Mata Niyala berkaca-kaca. Keringat dinginnya keluar. Kaki kanannya dengan halus menyepak kaki kiri Faiq. Ia ingin Faiq angkat bicara. Namun Faiq tetap diam tak bergeming dan tak bersuara. Rasanya Niyala ingin menangis. Ia sudah tidak tahan. Bibirnya benar-benar kelu dan tak mungkin bisa bicara dengan baik. Ia menurunkan tangan kanannya dan mencubit paha Faiq dengan sekeras-kerasnya. Tak ayal Faiq tersentak namun ia berusaha menahan rasa sakitnya. Faiq berdehem. Niyala melepaskan cubitannya.
Baca dengan penuh hayat, tapi jangan dibayangkan ya. Sebagai ukhti solehah, Niyala seharusnya tidak berlaku demikian. Ini novel dikasih embel-embel islami, tetapi dikasih cerita seperti itu, ya geli bacanya.

Baiklah, mari kita berhusnudzon saja. Mungkin Kang Abik ingin menunjukkan bahwa kita harus menjaga pandangan dengan yang bukan mahram. Menatap saja tidak boleh, apalagi pijit-pijitan. Jadi sebaiknya jangan ditiru. Anggap saja mereka khilaf sejam dua jam *ditabok*

Menurut saya, Faiq sebenarnya sudah menaruh hasrat sejak lama, dan ada baiknya dari pada pijit-pijitan pakai jaket, mending tidak usah. Jadilah saat itu, Faiq melamar Niyala. Ya, dilamar saat itu juga, dan pada saat itu juga mereka menikah. Esoknya Niyala wisuda didampingi suami *yeyeyelalala*

Lalu bagaimana hutang ayah Niyala? Hutangnya dibayar lunas sama si Faiq.

***

Saya sengaja memberi spoil karena sebaiknya kalian membaca dari review saya saja. Lebih tepatnya, tidak usah baca bukunya. Duit kalian ditabung buat beli buku lain saja.

Review ini merupakan proyek Monthly Book Review Challenge Klub Buku Indonesia 2015  #MBRCKBI2015 yang digagas oleh Klub Buku Indonesia (KBI). Buku Pudarnya Pesona Cleopatra merupakan buku yang dibahas pada bulan Juni 2015.

Review yang saya tulis merupakan hasil diskusi teman-teman KBI. Terima kasih kepada moderator @niafajriyani dan @asti_symn yang mau membahas buku ini dalam tiga sesi, teman-teman KBI yang luar biasa, dan pembaca setia blog saya.

Sekian,









0 komentar :

Posting Komentar

Back to Top