Prajurit Schweik

Judul asli: The Good Soldier Svejk
Penulis: Jaroslav Hasek
Penerjemah: Djokolelono
Tebal buku: 279
Cetakan ke: 3
Tahun terbit: 2008
Penerbit: Dunia Pustaka Jaya
ISBN: 978-979-419-106-4











Halo,
#MBRCKBI2015 bulan Agustus kali ini mengupas buku Prajurit Schweik karya Jaroslav Hasek. Buku ini sudah diterjemahkan di berbagai negara. Menurut hemat saya, buku yang seperti itu adalah buku layak baca. Bahasan buku dimoderasi oleh Mas Eko Agustanto, sesepuh Klub Buku Indonesia yang suka dengan buku ini. 

Panggil saja dia Schweik. Adalah seorang mantan prajurit yang dipecat karena menderita lemah akal. Ia seorang yang baik hati, jujur, dan sederhana. Petualangannya berawal ketika ia ditangkap oleh anggota kepolisian di Kedai Botol. Ia bercerita tentang pembunuhan Putra Mahkota Ferdinand di Sarajevo yang seharusnya tidak boleh dikatakan pada saat itu, meskipun benar adanya.

Karena kepolosannya, Schweik memang polos sekali, ia berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Polisi yang memeriksanya pun dibuat jengkel dengan tingkah lakunya. Bagi mereka, kepolosan Schweik merupakan suatu kebodohan yang sebodoh-bodohnya. Daripada repot-repot mengurus orang seperti itu, Schweik diperiksa pejabat kesehatan. Hasil pemeriksaan menunjukkan dia sinting. Dikirimlah ia ke rumah sakit jiwa.

Schweik pun menceritakan pengalamannya saat di rumah sakit jiwa,
Hidup di tempat itu betul-betul menyenangkan. Di sana kau boleh menangis, boleh mendengking, boleh menyanyi. Engkau boleh menggumam, boleh melenguh, boleh membentak. Engkau boleh berloncat-loncatan, boleh berdoa, boleh jungkir balik, boleh merangkak, berlompatan dengan satu kaki, lari berputar-putar, menari, berjingkat. Engkau pun boleh duduk terus sepanjang hari. Atau memanjati tembok. Akus sangat senang tinggal di rumah sakit jiwa itu, benar! Saat-saat di sana merupakan saat-saat yang paling bahagia dalam hidupku." (hal 26)

Kalian membaca kuot di atas merasa greget, tidak? Kalau saya sih, iya. Satir sekali mengingat Schweik ditangkap karena berbicara fakta. Ya, kalau ingin bertindak sebebas-bebasnya, sejujur-jujurnya, seenak-enaknya, jadilah orang gila *ditabok*.

Schweik semangat sekali saat ia diminta masuk dinas militer. Schweik datang ke dinas militer dengan bantuan kursi roda karena encoknya kumat. Maklum, Schweik kan sudah berumur. Sayangnya, hal itu dipandang sebelah mata. Kursi rodanya dianggap sebagai alasan menghindari wajib militer. Lucu, ya!

Schweik yang masuk dinas militer dengan kursi roda sempat menjadi berita di Koran Bohemia dan Koran Praha. Seperti media yang ada pada saat ini, mereka menggembar-gemborkan Schweik masuk dinas militer. Kenyataannya pun tidak seperti itu.

Kisah Schweik yang menarik lainnya adalah saat bagaimana ia bertemu dengan Pendeta Otto Kantz saat khotbah di gereja tahanan tangsi. Singkatnya, Kantz mengajak para tahanan untuk menebus dosa-dosa mereka. Tidak ada yang menangis saat itu, kecuali Shcweik. Karena hanya satu-satunya, dan baru kali itu ada jemaat yang menangis saat Kantz berkhotbah, Kantz menyadari bahwa yang dilakukan Schweik adalah berpura-pura.
Mohon melapor, Tuan. Saya mengaku di hadapan Tuhan yang Mahakuasa dan juga di hadapan Tuan, Bapa Pendeta, bahwa tadi memang saya berpura-pura. Dari khotbah Tuan, saya mengerti bahwa Tuan membutuhkan orang berdosa yang bertobat untuk dijadikan contoh. Saya pun tahu bahwa Tuan tak pernah menemukan orang seperti itu. Jadi, saya betul-betul berniat baik, mencoba membantu Tuan, memperlihatkan kepada Tuan bahwa masih ada beberapa orang jujur di antara sekian banyak orang jahat.
Buku ini juga menunjukkan bahwa sebaik-baiknya orang juga memiliki sisi buruk. Pun tak lepas dari sosok pendeta. Pendeta suka sekali mabuk-mabukan dan gemar dengan anggur buatan Schweik. Ia juga suka berjudi. Sisi lain yang membuat saya miris adalah Pendeta Kantz berjudi mempertaruhkan sejumlah uang atau menyerahkan Schweik pada lawannya, Letnan Lukash. Sang pendeta kalah. Schweik lebih memilih setia kepada pendeta, sehingga ia meminjaminya uang untuk menebus judi itu. Sayangnya, Pendeta Kantz tidak kapok. Ia berjudi lagi, dan kalah lagi. Tidak punya uang sepeser pun, Schweik menjadi milik Letnan Lukash. Ya, di sini kalau saya menjadi Schweik, ada rasa dikhianati. Kampretnya, si Schweik biasa-biasa saja. Apa yang terjadi, terjadilah. Gitulah prinsip Schweik hidup.

Secara keseluruhan buku ini menceritakan kehidupan yang sederhana yang dimiliki oleh Prajurit Schweik. Banyak pelajaran yang bisa dipetik, seperti kejujuran, kesetiaan, dan kesederhanaan. Satir buku ini juga masih relevan sampai sekarang. Membaca buku ini membuat saya lebih aware dengan kondisi sekitar, dan melihat segala sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda.


Isi buku ini dibagi menjadi tiga bagian yang dimulai dari: Di Garis Belakang, Di Garis Depan, dan Kekalahan yang Gilang-gemilang. Adanya pemisahan bab tersebut menunjukkan perjuangan Schweik membela negaranya yang dimulai dari nol. Latar cerita buku ini adalah Perang Dunia I. Jujur saja saya tidak banyak mendapat informasi Perang Dunia I, karena saya lebih fokus dengan kepolosan Schweik.

Yang paling saya suka dari buku ini adalah pernyataan Schweik tentang kejujuran,
Perbuatan paling buruk bagi seseorang adalah berdusta. Begitu ia terdesak nanti, sehingga kata-katanya sendiri bertentangan, ia tak tertolong lagi. Aku selalu berpendapat bahwa paling benar ialah berbuat jujur, serta mengakui kesalahan. Oh ya, kejujuran sangat penting sebab akhirnya kejujuran itu sangat menguntungkan. Orang jujur selalu dihormati dimana saja, ia puas dengan dirinya sendiri, dan ia bisa merasa bagai bayi yang baru lahir saat pergi tidur dan dapat berkata: 'Aku telah berbuat jujur lagi hari ini." (hal 97)
Pernyataan paling keren yang tidak pernah saya duga keluar dari prajurit yang begitu polosnya.

Sayangnya, dari ketiga bagian pola ceritanya datar dan agak mirip, sehingga saya tidak terlalu bersemangat saat menyelesaikan ceritanya. Meskipun demikian, hal itu tidak mengurangi pesan yang ingin disampaikan penulis.

***

Review ini merupakan proyek Monthly Book Review Challenge Klub Buku Indonesia 2015  #MBRCKBI2015 yang digagas oleh Klub Buku Indonesia (KBI). Buku Prajurit Schweik merupakan buku yang dibahas pada bulan Agustus 2015.

Terima kasih untuk Mas Eko sebagai moderator buku ini dan mengenalkan buku ini di Klub Buku Indonesia. Terima kasih jug untuk teman-teman yang sudah menyimak bahasan buku ini.

-end-






0 komentar :

Posting Komentar

Back to Top